|
MEKANISME REAKSI KIMIA ORGANIK
Beberapa
reaksi kimia ditentukan baik oleh kesetimbangan reaksi maupun lajunya.
Kesetimbangan menunjukkan jumlah pereaksi dan jumlah produk yang ada segera
setelah konsentrasi pereaksi berkurang dan konsentrasi produk bertambah. Jumlah
pereaksi dan produk pada kesetimbangan tergantung pada stabilitas relatifnya.
Laju reaksi tergantung pada beberapa faktor yang lainnya termasuk mekanisme.
Suatu
mekanisme adalah proses nyata dimana suatu reaksi berlangsung – mana ikatan
yang putus, ikatan terbentuk, orde berapa, berapa tahap yang terjadi, berapa
laju relatif tiap tahap, dan seterusnya. Suatu mekanisme reaksi yang lengkap
harus menjelaskan semua pereaksi yang digunakan, semua produk yang terbentuk,
dan jumlah masing – masing. Dengan kata lain, mekanisme adalah menyeluruh,
sajian tahap demi tahap secara pasti dimana ikatan yang terputus dan ikatan
terbentuk, dan pada orde berapa yang menghasilkan produk teramati. Agar dapat
menyatakan suatu mekanisme secara lengkap, harus diketahui posisi semua atom,
termasuk dalam molekul – molekul pelarut, dan energi sistem, pada tiap titik
dalam proses. Mekanisme yang dianjurkan harus menunjukkan semua fakta yang
tersedia.
5.1 Jenis –
jenis Mekanisme Reaksi
Dalam
reaksi senyawa – senyawa organic, satu atau lebih ikatan kovalen akan terputus
dan ikatan lainnya akan terbentuk. Berdasarkan cara terputusnya ikatan dapat
dibedakan menjadi tiga tipe dasar, yaitu :
5.1.1. Mekanisme Heterolitik
Pada
mekanisme ini ikatan terputus yang secara elektronik tidak simetris, artinya
kedua elektron menempati suatu fragmen dan fragmen lainnya berupa orbital
kosong. Dalam cara ini elektron – elektron tidak pernah tak berpasangan. Dalam
kebanyakan reaksi bahwa bila salah satu pereaksi adalah sebagai penyerang maka
yang lainnya sebagai substrat. Pereaksi menyerang umumnya dalam ini membawa
sepasang elektron kepada substrat atau mengambil sepasang elektron darinya. Pereaksi
yang membawa sepasang elektron disebut nukleofil dan reaksinya adalah
nukleofilik. Pereaksi yang mengambil sepasang elektron disebut sebagai
elektrofil dan reaksinya adalah elektrofilik.
5.1.2. Mekanisme Homolitik
Pada
mekanisme ikatan terputus yang sevcara elektronis simetris dan tiap – tiap
fragmen mendapat satu elektron, sehingga terbentuk radikal bebas. Reaksi
semacam ini dikatakan melalui cara mekanisme homolitik atau radikal bebas.
5.1.3. Mekanisme Perisiklik
Pada
mekanisme ini elektron ( biasanya enam ) bergerak dalam sebuah cincin tertutup.
Dalam hal ini tidak ada intermediate, ion- ion atau radikal bebas, dan sulit
mengatakan elektron – elektronnya berpasangan atau tidak.
5.2 Metode
Penentuan Mekanisme Reaksi
Ada
sejumlah metode yang lazim digunakan dalam penentuan mekanisme reaksi. Dalam
banyak kasus satu metode belum cukup untuk penentuan mekanisme, sehingga
diperlukan beberapa pendekatan. Beberapa pendekatan yang lazim digunakan antara
lain :
5.2.1. Identifikasi Produk
Suatu
mekanisme reaksi yang diusulkan harus dapat menjelaskan semua produk yang
dihasilkan sesuai proporsinya, termasuk hasil samping reaksinya. Suatu
mekanisme reaksi adalah khas dan hanya dapat menjelaskan reaksi yang sudah
diketahui produknya. Tanpa mengetahui produk reaksi maka akan sulit menentukan
mekanisme reaksi yang terjadi, walaupun reaksinya satu tipe.
Contoh :
Dalam
reaksi diatas, karena perbedaan substituent pada benzena (Cl dan NO3)
ternyata dengan reaksi yang sama menghasilkan produk yang berbeda. Hal ini
menunjukkan bahwa mekanisme reaksi yang dilalui juga berbeda.
5.2.2. Pengujian Hasil Antara ( Intermediet )
Intermediet
dalam banyak mekanisme biasanya dipostulatkan. Ada beberapa cara untuk
mempelajari ada dan tidaknya suatu intermediet.
a. Isolasi Intermediet
isolasi suatu intermediet dari
campuranreaksi dimungkinkan dengan cara menghentikan reaksinya setelah beberapa
waktu atau dengan menggunakan kondisi yang terlalu cepat ( mild condition ).
Sebagai contoh pada reaksi :
diperoleh intermediet yang dapat
diisolasi
R
CH C R´
N
b. Deteksi Intermediet
Dalam banyak kasus suatu intermediet tidak dapat diisolasi
tetapi dapat dideteksi dengan spektroskopi infra merah, NMR atau spektoskopi
lainnya. Sebagai contoh adalah isomerisasi cis-stilbena menjadi bentuk trans
yang melibatkan radikal RS' melalui mekanisme :
Ph Ph Ph
Ph Ph H
RS' H
C C - RS' C C
H H H H H Ph
Karena isomer trans
lebih stabil terhadap isomer cis, reaksi tidak melalui cara lain, dan deteksi
pada produk isomerisasi menunjukan adanya radikal bebas.
c. Penjebakan (Trapping) Intermediet
Pada beberapa kasus,
intermediet yang dicurigai diketahui dengan cara reaksinya terhadap senyawa
tertentu. Intermediet tersebut dapat dijebak dengan mereaksikannya dengan
senyawa tertentu tersebut. Sebagai contoh adalah reaksi benzin dengan diena
dalam reaksi Diels-Alder. Dalam beberapa reaksi adisi suatu diena, dimana
benzin sebagai intermediet yang dicurigai, dan deteksi pada produk adisi
Diels-Alder menunjukan bahwa benzin memamg merupakan intermedietnya.
c. Adisi Suatu Intermediet yang Dicurigai
Apabila suatu intermediet
tertentu yang dicurigai dapat diperoleh dengan cara lainnya, maka bila
direaksikan dengan kondisi yang sama akan memberikan produk adisi yang sama
pula. Apbila produk yang sesuai tidak diperoleh maka senyawa yang dicurigai
tadi bukanlah intermedietnya.
5.2.3. Kajian Katalis
Pengetahuan tentang
bahan yang mengkatalisis suatu reaksi atau sebagai inhibitor akan banyak
membantu tentang kajian mekanisme reaksi. Sudah barang tentu mekanisme yang
sesuai dengan produknya ditunjukan pula dengan adanya katalis. Pada umumnya
katalis menunjukkan pengaruhnya dengan cara memberikan jalur reaksi pilihan
yang mempunyai harga ΔG* lebih kecil dari pada tanpa katalis. Dalam hal ini
katalis tidak merubah ΔG.
5.2.4. Pelabelan Isotop
Banyak informasi berharga diperoleh
dari penggunaan molekul berisotop dan merunutnya dalam reaksi, sehingga dapat
digunakan untuk mempelajari mekanisme reaksinya. Sebagai contohnya adalah
konversi garam asam karboksilat menjadi nitril :
250 – 300oC
RCOO- +
BrCN
RCN + CO2
Apabila R14COO-
digunakan, isotop label muncul pada nitril, R14CN, tidak pada CO2,
serta aktivitas optis dari R tetap terpelihara. Asilisosianat, R14CON=C=O,
dapat diisolasi dari campuran reaksi tersebut.
5.2.5. Kajian Secara Stereokimia
Apabila produk reaksi dapat berwujud
lebih dari satu bentuk stereoisomer, maka dapat diperoleh inforamsi tentang
mekanismenya dari stereoisomer tadi. Sebagai contoh asam ( + ) –malat,
menghasilkan asam ( - ) –klorosuksinat bila direaksikan dengan PCl5
dan enantiomer ( + ) bila direaksikan dengan SOCl2. Hal ini
menunjukan bahwa mekanisme reaksinya berbeda. Informasi tentang mekanisme
reaksi substitusi nukleofilik, adisi, eliminasi dan penataan ulang banyak
diperoleh dari kajian ini. Contoh lain adalah cis-2-butena direaksikan KMnO4
menghasilkan meso-2,3-butanadiol dan bukan campuran rasemat. Berarti bahwa dua
gugus –OH menyerang ikatan rangkap dua dari sisi yang sama.
5.2.6. Kajian Kinetika
Laju dari reaksi homogeny adalah
laju hilangnya pereaksi atau munculnya suatu produk. Laju hamper selalu berubah
bersamaan dengan waktu, karena terkait dengan konsentrasi peraksi yang selalu
menurun pula bersama berjalannya waktu. Laju tidak selalu berbanding dengan
konsentrasi semua pereaksi. Pada beberapa kasu, perubahan pada konsentrasi
suatu pereaksi tidak merubah semua laju, sedangkan dalam kasus lain laju dapat
secara proporsional terhadap konsentrasi suatu substrat (katalis) yang tidak
ada dalam persamaan stoikiometrinya. Kajian mengenai peraksi dalam kaitannya
dengan laju reaksi dapat digunakan untuk mengkaji mekanisme reaksinya.
5.2.7. Pengaruh Isotop
Pengaruh isotop akan terlihat jika
atom-atom dalam molekul yang terlibat reaksi diganti dengan atom isotop
lainnya. Misalnya apabila suatu hydrogen dalam molekul pereaksi diganti dengan
deuterium, seringkali akan merubah lajunya. Perubahan karena pengaruh isotop deuterium
ini dapat dilihat dari perbandingan kH / kD. Energy vibrasi dari suatu ikatan
dalam keadaan dasar (titik–nol) tergantung pada masa atomnya dan berharga lebih
rendah jika masa tereduksi lebih besar. Oleh karena itu ikatan D-C, D-O, D-N,
dan yang lainnya mempunyai energi yang lebih rendah dalam keadaan dasarnya.
Daripada ikatan H-C, H-O, H-N dan yang lainnya. Disosiasi penuh suatu ikatan
deuterium memerlukan energy lebih besar darpada ikatan hydrogen dalam
lingkungan yang sama. Jika suatu ikatan H-C, H-O, atau H-N tidak putus dalam
suatu reaksi atau terputus pada tahap penentu laju, substitusi deuterium dengan
hidrogen tidak menyebabkan perubahan pada laju, tetapi jika ikatannya putus
pada tahap penentuan laju maka laju reaksi menjadi lebih rendah karena
substitusi ini. Kinerja ini dapat digunakan sebagai diagnosa untuk penentuan
mekanisme reaksi.
5. 3 Jenis-Jenis Reaksi Kimia Organik
Jenis-jenis reaksi dalam senyawa
organik banyak sekali, tetapi secara umum dapat dikelompokkan menjadi enam
kategori, yaitu:
5. 3. 1 Reaksi Substitusi
Jika reaksinya heterolitik, maka
dapat dikelompokan sebagai substitusi nukleofilik atau substitusi elektrofilik.
Hal ini tergantung pada pereaksi mana yang dinyatakan sebagai substrat
elektrofilik. Hal ini tergantung pada pereaksi mana yang dinyatakan sebagai
substrat dan mana yang sebagai pereaksi penyerang. Disamping itu juga terdapat
substitusi radikal bebas.
a.
Substitusi Nukleofilik
Dimana: A
X : Substrat
Y : Nukleofil
A Y : Produk Substitusi
X : Gugus Pergi
b.
Substitusi Elektrofilik
Dimana: A
X : Substrat
Y : Elektrofil
A Y : Produk Substitusi
X : Gugus Pergi
c.
Substitusi Radikal
Bebas
A X + ‘Y A Y + ‘X
Dimana: A X : Substrat
‘Y : Radikal
A Y : Produk Substitusi
‘X : Gugus Pergi
Pembahasan materi reaksi substitusi
pada bab ini akan dititikberatkan pada Reaksi Substitusi Nukleofilik
Alifatik-Aromatik dan Reaksi Substitusi Elektrofilik Alifatik-Aromatik.
5. 3. 1. 1 Reaksi Substitusi Nukleofilik Alifatik
Pada substitusi
nukleofilik pereaksi penyerang(nukleofil) membawa sepasang elektron pada
substrat, menggunakannya untuk membentuk ikatan baru, dan gugus
pergi(nukleofuge) lepas dengan sepasang elektron:
R X + Y R Y + X
Persamaan
di atas dapat pula diartikan tidak terlibatnya muatan dalam reaksi. Y dapat
bersifat netral atau bermuatan positif, sehingga ada empat tipe reaksi disini:
Tipe I
: R I
+ OH- R OH + I-
Tipe II : R I
+ NMe3 R N’Me3 + I-
Tipe III : R
N’Me3 + OH- R - OH + NMe3
Tipe IV : R
N’Me3 + H2S R S+H2 + NMe3
Pada semua tipe di atas Y harus
mempunyai pasangan elektron tidak berpasangan, sehingga dapat dikatakan bahwa
semua nukleofil adalah basa Lewis. Apabila Y yang terlibat adalah pelarut maka
reaksi disebut solvolisis.
Pada substitusi nukleofilik senyawa alifatik
terdapat beberapa hal yang membedakannya dalam mekanisme reaksinya, yaitu
tergantung pada substrat, nukleofil, gugus pergi, dan kondisi reaksinya. Dalam
hal ini pereaksi penyerang selalu membawa sepasang elektron.
Substitusi
Nukleofilik Orde Kedua: Reaksi SN2
Istilah reaksi SN2
merupakan singkatan yang berarti substitusi nukleofilik bimolekular.
Bimolekular berarti bahwa ada dua molekul-nukleofil dab substrat- yang terlibat
pada tahap penentu lajunya.
Suatu reaksi substitusi nukleofilik mempunyai pola umum
reaksi:
Nu :- + C X Nu C + X :-
Dimana
Nu:- adalah nukleofil dan X:- sebagai ion gugus pergi.
Sebagai contoh adalah reaksi metiliodida(CH3I) dengan potassium hidroksida
yang menghasilkan metilalkohol. Dalam reaksi ini ion hidroksida sebagai
nukleofil dan metiliodida sebagai elektrofil. Hidroksida adalah nukleofil yang
baik karena atom oksigen mempunyai pasangan elektron tak berpasangan dan
bermuatan negatif. Atom karbon pada metiliodida dikatakan elektrofil karena
terikat pada atom iodida yang elektronegatif. Densitas elektronnya akan lebih
dekat ke atom halogen daripada atom karbon, sehingga atom karbon bermuatan
parsial positif. Muatan negatif dari ion hidroksida akan terikat pada muatan
parsial positif ini. Ion hidroksida menyerang pada atom karbon elektrofil
dengan cara memberikan sepasang elektronnya untuk membentuk ikatan baru.
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Reaksi ini berlangsung satu tahap.
Struktur keadaan transisi merupakan titik maksimum dari energi dibandingkan
dengan intermediet. Pada keadaan transisi ikatan dengan nukleofil secara
parsial terbentuk dan ikatan dengan gugus pergi secara parsial pula telah
putus. Gambaran energi potensial untuk reaksi ini menunjukkan bahwa ada satu
keadaan transisi dan tidak ada intermediet diantara pereaksi dan produk.
Mekanisme satu-tahap reaksi ini ditentukan dengan kajian kinetik.
Konsentrasi kedua pereaksi dapat
divariasi dan diamati pengaruhnya terhadap laju. Laju teramati menunjukkan dua
kali bila konsentrasi satu pereaksi diduakalikan dan lajunya tetap. Oleh karena
itu persamaan lajunya menjadi orde pertama untuk tiap pereaksi, dan total orde
kedua.
|
E
|
b. Streokimia
reaksi SN2
dalam reaksi SN2 antara
ion hidroksida dengan metiliodida, oksigen dari ion hidroksida menyerang bagian
belakang atom karbon yang merupakan sisi lawan dari posisi gugus pergi yaitu
iodida. Suatu atom karbon hanya dapat memiliki empat buah orbital ikatan yang
penuh (oktet), dan tiga untuk ikatan dengan hidrogen dan menyisakan satu
orbital untuk ikatan parsial dengan gugus penyerang dan gugus pergi. Gugus
penyerang harus mulai membentuk suatu ikatan dengan menggunakan orbital yang
sama seperti yang digunakan pada gugus pergi
|
|
|
|
|
|
|
pada saat ion hidroksida (nukleofil)
menyerang dari arah belakang molekul (posisi lawan halogen) ketiga gugus yang
terikat pada karbon berubah posisi menjadi rata dalam keadaan transisi,
kemudian membalik ke posisi lain, sangat mirip dengan payung yang kelewatan
terbukanya. Peristiwa pembalikan ini disebut inversi konfigurasi atau inversi
Walden.
Adanya inversi sebagai bagian dari
mekanisme reaksi SN2 dapat diperagakan dengan bagus oleh enantiomer
murni alkil sekunder. Misalnya, reaksi SN2 dari (R)-2-bromooktana
dengan OH- yang menghasilkan (S)-2-oktanol.
|
c. Substitusi
Nukleofil Orde Pertama: Reaksi SN1
istilah reaksi SN1
merupakan kepanjangan dari substitusi nukleofil unimolekuler. Unimolekuler
berarti bahwa hanya ada satu molekul yang terlibat dalam keadaan transisi pada
tahap penentu lajunya. Model paling ideal untuk mekanisme reaksi SN1
adalah terdiri dari dua tahap (muatan pada substrat dan nukleofil tidak
ditunjukkan).
|
|
Tahap 2: R + Y R – Y
Tahap pertama adalah ionisasi lambat
dari substrat membentuk karbokation dan sebagai tahap penentu lajunya. Tahap
kedua merupakan reaksi yang cepat antara intermediet karbokation dan nukleofil.
Pada tahap ionisasi ini selalu diperlukan media pelarut karena energi yang
diperlukan untuk memutuskan ikatan yang besar diperoleh dengan solvasi pada R+
dan pada X. Sebagai contoh adalah ionisasi t-BuCl menjadi t-Bu+ dan
Cl- dalam fase gas dan tanpa pelaut memerlukan 150 kcal/mol (630
kJ/mol). Ionisasi ini dalam pelarut air hanya memerlukan 20 kcal/mol (84
kJ/mol). Perbedaan ini adalah karena energy solvasi.
Apabila t-BuBr
ditempatkan dalam metanol mendidih, maka dari campuran tersebut dapat diisolasi
metal-t-butileter. Reaksi ini terjadi karena solvolisis, yaitu pelarut
bertindak sebagai nukleofil.
(CH3)3C-Br +
CH3-OH (CH3)3C-O-CH3 +
HBr
Reaksi di atas tidak melalui mekanisme SN2 karena reaksi SN2
memerlukan suatu nukleofil yang kuat dan substrat yang tidak terlalu
terintangi. Metanol adalah nukleofil lemah, dan t-BuBr adalah halide tersier
yang terintangi. Pada reaksi ini laju hanya tergantung pada konsentrasi bahan
awal, yaitu t-BuBr.
Laju k = [(CH3)3C-Br]
Persamaan laju ini adalah
orde pertama, secara keseluruhan orde pertama untuk konsentrasi substrat dan
orde nol untuk konsentrasi nukleofil. Jadi nukleofil tidak berpengaruh pada
keadaan transisi pada tahap penentu lajunya. nukleofil akan bereaksi setelah
tahap lambat terjadi.
Mekanisme
reaksi SN1 untuk t-BuBr dengan methanol digambarkan di bawah ini.
Tahap 1 : Ionisasi (Penentu laju)
(CH3)3C Br
(CH3)3C+ + Br- (lambat)
Tahap 2 : Serangan Nukleofil
(CH3)3C+ O
CH3 (CH3)3 O+ CH3 (cepat)
H H
Transfer
proton terakhir
(CH3)3C-O-CH3 +
HO CH3 (CH3)3C-O-CH3 + CH3-O+ H
(cepat)
H
H
Gambaran energy potensial
reaksi SN1 (Gambar 7) menunjukkan mengapa laju tidak tergantung pada
kekuatan atau konsentrasi nukleofil. Proses onisasi adalah tahap endotermis
dengan keadaan transisi berenergi tinggi yang menentukan lajunya.
Tahap serangan nukleofil adalah tahap endotermis dengan keadaan transisi
berenergi lebih rendah. Sebagai efeknya, suatu nukleofil dengan karbokation
sesegera mungkin. Berdasarkan gambar perbandingan mekanisme SN1 dan
SN2 terlihat bahwa reaksi SN1 mempunyai intermediet
karbokation. Intermediet muncul sebagai titik relative minimum (rendah) dalam
profil energy reaksi
keadaan transisi
penentu laju
intermediet
ǂ1 ǂ
ǂ2
R+ + X-
+ Nu-
R-X + Nu-
R-X + Nu
R-Nu + X-
R-Nu + X-
SN1
SN2 Gambar 7. Perbandingan Profil energy
Potensial Reaksi SN1 dan SN2
Mekanisme
reaksi SN1 adalah mekanisme dua tahap dengan dua keadaan transisi
(ǂ1 dan ǂ2) dan suatu intermediet (karbokation). SN2 hanya satu
keadaan transisi dan tidak ada intermediet.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar