Jumat, 11 Maret 2022

Koneksi Antar Materi Modul 3.2.a.9

 "Tugas Modul 3.2.a.9 - Koneksi Antar Materi"

Pemimpin Pembelajaran dalam Pengelolaan Sumber Daya

Oleh : Kasmir Syamsudin Male, S.Pd., Gr.

CGP Angkatan 3 Kabupaten Buol


A. Pemimpin Pembelajaran dalam Pengelolaan Sumber Daya

       Pemimpin Pembelajaran dalam Pengelolaan Sumber Daya adalah kemampuan atau keterampilan seorang guru dalam mengidentifikasi, memetakan dan mengelola sumber daya yang dimiliki oleh sekolah atau daerah setempat untuk menjalankan program sekolah secara efektif agar dapat meningkatkan kualitas belajar murid di kelas serta menunjang keberhasilan tujuan pendidikan di sekolah.

Dalam pengelolaan sumber daya yang dimiliki oleh sekolah ada 2 pendekatan yang dapat dilakukan yaitu:

  • Pendekatan berbasis kekurangan/masalah (Deficit-Based Thinking) akan memusatkan perhatian kita pada apa yang mengganggu, apa yang kurang, dan apa yang tidak bekerja. Segala sesuatunya akan dilihat dengan cara pandang negatif. Kita harus bisa mengatasi semua kekurangan atau yang menghalangi tercapainya kesuksesan yang ingin diraih. Semakin lama, secara tidak sadar kita menjadi seseorang yang terbiasa untuk merasa tidak nyaman dan curiga yang ternyata dapat menjadikan kita buta terhadap potensi dan peluang yang ada di sekitar.
  • Pendekatan berbasis aset (Asset-Based Thinking) adalah sebuah konsep yang dikembangkan oleh Dr. Kathryn Cramer, seorang ahli psikologi yang menekuni kekuatan berpikir positif untuk pengembangan diri. Pendekatan ini merupakan cara praktis menemukan dan mengenali hal-hal yang positif dalam kehidupan, dengan menggunakan kekuatan sebagai tumpuan berpikir, kita diajak untuk memusatkan perhatian pada apa yang bekerja, yang menjadi inspirasi, yang menjadi kekuatan ataupun potensi yang positif.

Pendekatan Komunitas Berbasis Aset ini sangat cocok di terapkan di sekolah, karena pendekatan ini lebih sederhana. Sebagai suatu komunitas, sekolah hendaknya menerapkan pendekatan ini, untuk fokus pada potensi atau sumber daya yang dimiliki bukan fokus pada kekurangan atau kelemahan yang dimiliki, sehingga tujuan dan cita-cita bersama bisa terwujud.

B. Implementasi Pengelolaan Sumber Daya di Kelas, Sekolah dan Masyarakat

      Untuk dapat mengimplementasikan bagaimana pemimpin pembelajaran dalam pengelolaan sumber daya baik di kelas, sekolah dan masyarakat sekitar adalah dengan bersinergi dan berkolaborasi dengan rekan sejawat guru, kepala sekolah dan orang tua/masyarakat dalam mengidentifikasi/memetakan sumber daya yang ada kemudian mengoptimalkan segala aset yang ada sebagai kekuatan yang dimiliki oleh sekolah/daerah untuk dikelola dan dimanfaatkan dalam rangka meningkatkan kualitas belajar serta menunjang keberhasilan tujuan pendidikan.

C. Hubungan Pengelolaan Sumber Daya dengan Proses Pembelajaran Murid yang Berkualitas

        Dengan berfokus pada aset dan kekuatan, membayangkan masa depan, berpikir tentang kesuksesan yang telah diraih dan kekuatan untuk mencapai kesuksesan tersebut, mengorganisasikan kompetensi dan sumber daya (aset dan kekuatan) dan merancang sebuah rencana berdasarkan visi dan kekuatan serta melaksanakan rencana aksi yang sudah diprogramkan. Maka diharapkan dapat tercipta proses pembelajaran murid yang berkualitas, tidak hanya di kelas/sekolah, namun juga di luar sekolah atau di lingkungan masyarakat.

D. Hubungan antara Sebelum dan Sesudah mengikuti Pelatihan Modul ini

Sebelum belajar modul ini pola pikir saya yaitu sering melihat dari kekurangan atau masalah yang ada di sekolah, lalu berusaha untuk mencari solusi dan memperbaikinya, sehingga terkadang tidak bersemangat untuk melakukan perubahan karena selalu dibayang-bayangi dengan maslaah dan kelemahan yang ada. Namun  setelah belajar modul ini, pola pikir saya berubah, saya mulai melihat atau fokus pada potensi atau kekuatan yang dimiliki oleh sekolah untuk dapat dimaksimalkan dalam rangka membuat perubahan di sekolah menuju kualitas pendidikan yang lebih baik. 

E. Hubungan Modul Pengelolaan Sumber Daya dengan Modul-modul Sebelumnya

1. Hubungan dengan Filosofi Ki Hajar Dewantara:

       Ki Hajar Dewantara memandang pendidikan sebagai suatu proses menuntun segala kodrat pada anak, tumbuh kembangnya anak itu diluar dari kecakapan atau kehendak kita sebagai pendidik, setiap anak adalah mahluk, manusia dan benda hidup yang hidup dan bertumbuh menurut kodratnya sendiri. Oleh karena itu, sebagai seorang pendidik, kita hanyalah sebagai pamong dalam pembelajaran yang bisa menjadi teladan,  penyemangat dan pendorong bagi anak didiknya, sesuai dengan 3 semboyan Ki Hajar Dewantara yaitu : Ing ngarso sung tulodo (teladan), Ing madyo mangun karso (penyemangat) dan Tut wuri handayani (pendorong).

        Seorang pemimpin harus mampu mengelola salah satu aset yang dimiliki sekolah yaitu modal manusia baik guru maupun murid. Seorang Pemimpin harus bisa mendorong para guru melaksanakan pembelajaran yang berpihak kepada murid sehingga murid dapat berkembang sesuai kodratnya.

2. Hubungan dengan Nilai dan Peran Guru Penggerak:

      Peran Guru penggerak sebagai pemimpin pembelajaran harus bisa menerapkan nilai-nilai guru penggerak dalam kesehariannya seperti mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif, dan berpihak pada murid. Dengan diterapkan nilai-nilai ini maka sekolah akan dapat mewujudkan murid yang memiliki profil pelajar Pancasila. Nilai dan peran guru penggerak menjadi suatu aset kekuatan yang ada pada guru untuk dapat memaksimalkan potensi murid agar dapat mewujudkan profil pelajar pancasila tersebut.

3. Hubungan dengan Visi Guru Penggerak

         Seorang pemimpin haruslah bisa menyusun Visi dan misi yang berpihak pada murid sebagai Aset manusia yang ada disekolah. seorang pemimpin akan dapat melakukan perubahan menjadikan sekolah berbasis sumber daya yang mampu menggerakkan seluruh warga sekolah untuk melakukan perubahan yang akan berdampak pada peningkatan kualitas pembelajaran.

4. Hubungan dengan Budaya Positif Sekolah

         Pengelolaan sumber daya yang berbasis aset/kekuatan tentunya akan menjadi penerapan Budaya Positif yang baru karena setiap hal dilihat dalam sudut pandang yang positif, sehingga fokus kita dalam mengembangkan sekolah adalah dengan memanfaatkan hal-hal positif yang ada di sekolah.

5. Hubungan dengan Pembelajaran Berdiferensiasi, Sosial Emosional, dan Coaching 

         Pembelajaran berdiferensiasi (PBD) mengelola sumber daya manusia sesuai minat dan bakat dari murid sehingga menghasilkan pembelajaran yang berkualitas dan berdampak pada murid.

          Pembelajaran sosial emosional (PSE) melihat potensi-potensi dan kekuatan yang dimiliki oleh siswa dapat kita kembangkan lebih jauh lagi dengan memperhatikan sisi sosial emosional siswa.

         Keterampilan Coaching sangat diperlukan dalam menggali potensi yang dimiliki oleh siswa untuk dapat dikembangkan agar supaya siswa akan dapat berkembang dengan maksimal.

6. Hubungan dengan Pengambilan Keputusan sebagai Pemimpin Pembelajaran

       Sebagai Pemimpin Pembelajaran guru mampu mengambil keputusan yang memerdekakan murid seutuhnya dan mengambil keputusan berdasarkan nilai kebajikan universal, memperhatikan Paradigma Dilema Etika, Prinsip-prinsip pengambilan keputusan serta langkah-langkah pengambilan dan pengujian keputusan yang bertanggung jawab sebagai pemimpin yang bijaksana. Kemampuan pengambilan keputusan ini menjadi langkah yang tepat dalam melakukan pengelolaan sumber daya yang ada di sekolah


Implementasi Pengembangan Komunitas Berbasis Aset

Penerapan Model BAGJA dalam Pengelolaan Sumber Daya



"Rencana Kecil Perubahan di Sekolah"
Pembelajaran Akitf, Kreatif dan Menyenangkan









Kamis, 17 Februari 2022

Tugas Modul 3.1.a.9. Koneksi Antar Materi

Tugas Modul 3.1.a.9. Koneksi Antar Materi

 Pengambilan Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran 

 
 Kasmir Syamsudin Male, S.Pd., Gr 
SMP Negeri 5 Bukal  
CGP Angkatan 3 - Kabupaten Buol
 
  • Bagaimana pandangan Ki Hajar Dewantara dengan filosofi Pratap Triloka memiliki pengaruh terhadap bagaimana sebuah pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin pembelajaran diambil?
         Filosofi Pratap Triloka yang berbunyi "Ing Ngarso Sung Tulodo (Di depan menjadi teladan), Ing Madyo Mangun Karso (Di tengah membangun teladan) dan Tut Wuri Handayani (Di belakang memberikan dorongan)" memberikan pengaruh yang besar dalam mengambil keputusan sebagai seorang pemimpin pembelajaran. Ki Hajar Dewantara berpandangan bahwa seorang guru harus memberikan teladan atau contoh praktek baik kepada murid, salah satunya adalah pada saat melakukan pengambilan keputusan. Cara yang digunakan guru sebagai pemimpin pembelajaran dalam mengambil keputusan tentunya akan menjadi contoh bagi murid-muridnya. Dalam praktek pengambilan keputusan, seorang guru harus dapat membangun semangat dan memberikan dorongan kepada muridnya dalam menyelesaikan atau mengambil keputusan terhadap permasalahannya secara mandiri. Pada akhirnya guru  hanya sebagai pamong yang mengarahkan murid menuju kebahagiaan dan kemandirian hidupnya.
  • Bagaimana nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita, berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan?
         Dalam pengambilan suatu keputusan sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai  kebajikan yang tertanam dalam diri kita, seperti kejujuran, tanggung jawab, cinta kasih, kepedulian, keadilan, kesetiaan, kebenaran dan lain-lain. Nilai-nilai tersebut tertanam jauh dalam diri kita, bagaikan gunung es yang hanya terlihat kecil di permukaan air tetapi merupakan bagian yang besar berada di dalam alam bawah sadar kita. Maka penting untuk memupuk nilai-nilai positif dalam diri kita yang nantinya akan menjiwai setiap keputusan yang kita ambil.
  • Bagaimana kegiatan terbimbing yang kita lakukan pada materi pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan ‘coaching’ (bimbingan) yang diberikan pendamping atau fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran kita, terutama dalam pengujian pengambilan keputusan yang telah kita ambil. Apakah pengambilan keputusan tersebut telah efektif, masihkah ada pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita atas pengambilan keputusan tersebut. Hal-hal ini tentunya bisa dibantu oleh sesi ‘coaching’ yang telah dibahas pada modul 2 sebelumnya.
        Coaching merupakan salah satu keterampilan yang sangat penting yang harus dimiliki seorang guru dalam menggali suatu masalah yang sebenarnya terjadi baik pada diri kita sendiri maupun  masalah yang dimiliki orang lain. Dengan langkah-langkah TIRTA, kita dapat mengidentifikasi masalah apa yang sebenarnya terjadi dan membuat pemecahan masalah secara sistematis. Konsep TIRTA sangat ideal apabila dikombinasikan dengan sembilan langkah-langkah pengambilan dan pengujian keputusan sebagai evaluasi terhadap suatu keputusan yang kita ambil.
  • Bagaimana pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika kembali kepada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik.
         Pada pembahasan studi kasus yang berfokus pada masalah moral atau etika diperlukan kesadaran diri atau self awareness dan keterampilan berhubungan sosial dalam mengambil suatu keputusan sebagai pemimpin pembelajaran. Kita dapat menggunakan sembilan langkah-langkah pengambilan dan pengujian keputusan terutama pada uji legalitas untuk menentukan apakah masalah tersebut termasuk bujukan moral yang berarti benar lawan salah atau merupakan suatu dilema etika yang termasuk permasalahan benar lawan benar. Apabila permasalahan yang dihadapi adalah bujukan moral maka dengan tegas sebagai seorang guru untuk menolak dan harus kembali kepada nilai-nilai kebenaran.
  • Bagaimana pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman.
       Pengambilan keputusan yang tepat, tentu akan berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman. Kondisi tersebut adalah kondisi yang kita inginkan. Maka untuk melakukan suatu perubahan, diperlukan suatu pendekatan yang sistematis. Dalam hal ini, kita dapat menggunakan pendekatan Inkuiri Apresiatif BAGJA untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik.
  • Selanjutnya, apakah kesulitan-kesulitan di lingkungan Anda yang sulit dilaksanakan untuk menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika ini? Apakah ini kembali ke masalah perubahan paradigma di lingkungan Anda?
       Dalam kasus dilema etika, pada dasarnya apapun keputusan yang kita ambil dapat dibenarkan secara moral. Akan tetapi kita perlu memperhatikan prinsi-prinsip dalam pengambilan suatu keputusan. Kita harus berfikir hasil akhir dari keputusan kita yang sesuai dengan prinsip berpikir berbasis hasil akhir (end based thinking), kita juga harus melihat peraturan yang mendasari keputusan yang kita ambil (berpikir berbasis peraturan-rule based thinking) serta kita harus menciptakan lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman sesuai dengan prinsip berpikir berbasis rasa peduli (care based thinking).
  • Dan pada akhirnya, apakah pengaruh pengambilan keputusan yang kita ambil ini dengan pengajaran yang memerdekakan murid-murid kita?
        Merdeka belajar merupakan tujuan akhir dari pembelajaran yang kita lakukan. Merdeka belajar berarti murid diberikan keleluasaan untuk mencapai kodrat alamnya (mengembangkan potensinya) tanpa ada tekanan dari pihak manapun. Guru hanya bertindak sebagai pamong yang memberikan dorongan kepada murid untuk mencapai kebahagiaannya sesuai dengan potensi yang dia miiki. Maka keputusan yang kita ambil tidak boleh merampas kebahagiaan murid atau merampas potensi yang dimilikinya.
  • Bagaimana seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil keputusan dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid-muridnya?
      Guru sebagai seorang pemimpin pembelajaran dan sebagai pamong diibaratkan seorang petani yang sedang menyemai benih. Benih tersebut dapat tumbuh subur apabila dirawat, dan dijaga dengan baik. Demikian juga dengan murid, seorang guru bertanggung jawab untuk mengembangkan potensi yang dimiliki murid sebagaimana petani yang menyemai benih untuk mendapatkan hasil yang baik sehingga setiap keputusan guru akan berpengaruh pada masa depan murid.
  • Apakah kesimpulan akhir  yang dapat Anda tarik dari pembelajaran modul materi ini dan keterkaitannya dengan modul-modul sebelumnya? 
  1. Pengambilan keputusan adalah suatu kompetensi keahlian atau keterampilan/skill yang harus dimiliki oleh seorang guru yang harus berlandaskan pada filosofi Pemikiran Bapak Ki Hajar Dewantara dalam kaitannya sebagai pemimpin pembelajaran.
  2. Pengambilan keputusan harus berdasarkan pada budaya positif dan menggunakan alur BAGJA yang akan mengantarkan pada lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman (well being).
  3. Dalam pengambilan keputusan seorang guru harus memiliki kesadaran penuh (mindfullness) untuk menghantarkan muridnya menuju profil pelajar pancasila.
  4. Dalam perjalanannya menuju profil pelajar pancasila, ada banyak dilema etika dan bujukan moral sehingga diperlukan panduan sembilan langkanh-langkah pengambilan dan pengujian keputusan untuk memutuskan dan memecahkan suatu masalah agar keputusan tersebut berpihak kepada murid demi terwujudnya merdeka belajar.

Sabtu, 25 Desember 2021

Gerbang Kota Tolitoli

 Gerbang Kota Tolitoli - Sulawesi Tengah



Merupakan pintu masuk menuju Kota Tolitoli dari Arah Kabupaten Buol Sulawesi Tengah. Terletak di Dusun 1 Desa Tende Perbatasan dengan Desa Lalo Kecamatan Galang Kab. Tolitoli

Rabu, 22 Desember 2021

Jurnal Refleksi Minggu 16 - Modul 2.3.a.10.3

 Jurnal Refleksi Mingguan 2.3.a.10.3

Minggu 16 (Model Driscoll)


What

Pembelajaran modul 2.3. memasuki tahap akhir, yaitu Demonstrasi Kontekstual, Elaborasi Pemahaman, Koneksi Antar Materi, dan Aksi Nyata. Pada tahap Demonstrasi Kontekstual, saya melakukan praktik coaching dengan rekan sejawat di sekolah yaitu Ibu Qurrata Ayuni Patahuddin, S.Pd dengan permasalahan mengenai murid di kelas perwaliannya yang kehadirannya kurang di sekolah. Praktik coaching ini sudah melibatkan komunitas praktisi yang ada di sekolah, dimana Ibu Qurrata merupakan salah satu anggota Komunitas Praktisi Pinobalajaran di Sekolah saya. Praktik berlangsung secara informal untuk menggali potensi rekan sejawat sebagai coachee dalam menentukan komitmen diri menyelesaikan masalah yang dihadapi. Pada tahap akhir ini, ada sesi elaborasi yang semakin menguatkan pemahaman saya terkait praktik coaching di sekolah kepada guru dan murid.

Pada tahap elaborasi oleh instruktur, Ibu Shirley Puspitasari, saya mendapat tambahan wawasan terkait coaching. Beberapa di antaranya, yaitu Tut Wuri Handayani mindset. Mindset ini menempatkan murid sebagai mitra belajar, mengandung kasih dan persaudaraan, bersifat emansipatif, dan merupakan ruang perjumpaan pribadi. Selain itu juga mendapat wawasan tentang paradigma pendampingan coaching sistem AMONG. Paradigma tersebut meliputi apresiasi, rencana, tulus, dan inkuiri.


So What

Ada perasaan bahagia ketika akhirnya bisa melakukan praktik coaching dengan rekan sejawat. Selain itu juga ada rasa senang ketika mendapat banyak dukungan dari berbagai pihak di sekolah termasuk komunitas praktisi. Namun, terbesit juga perasaan khawatir apabila ternyata hasil praktik coaching yang saya lakukan belum sepenuhnya dapat dilaksanakan di sekolah karena menjelang libur semester ganjil tahun pelajaran 2021/2022. Selain itu, kekhawatiran juga terkait dengan belum bisanya hasil praktik memotivasi diri meningkatkan kompetensi ke depannya.

Saya rasa kesulitan praktek coaching nantinya adalah jika diaplikasikan pada murid di sekolah karena menurut saya menggali informasi atau identifikasi potensi diri pada murid yang sulit karena mereka kurang terbuka atau komunikasi yang masih terbatas. Berbeda dengan rekan sejawat yang sudah pandai berkomunikasi. Namun saya harus tetap mencoba, semoga dapat melaksanakan praktek Coaching kepada murid dengan baik dan berhasil

Now What

Melakukan hal baru membutuhkan kekuatan dan kemampuan. Tidak terkecuali praktik coaching dalam komunitas sekolah. Beruntung saat sesi praktik coaching di sekolah, teman yang berperan sebagai coachee sangat kooperatif. Mungkin akan berbeda jika rekan coachee saya adalah murid. Tentu akan membutuhkan usaha lebih keras lagi dalam menggali potensi dan informasi.

Oleh karena itu, agar lebih untuk itu saya harus belajar. Sesi elaborasi dengan instruktur adalah saat yang tepat untuk menambah pemahaman. Saya meyakini tambahan informasi dari instruktur akan sangat membantu saya nantinya saat harus melakukan coaching kepada murid. Hal baru adalah terkait penerapan coaching sebagai mindset dalam proses pembelajaran. Pada dasarnya coaching sudah dilakukan, sehingga dengan perubahan mindset dapat menjadikan coaching sebagai pembiasaan.

Pelaksanaan coaching dalam komunitas di sekolah tentu tidak bisa sendiri. Sebagai kegiatan yang kolaboratif, praktik coaching membutuhkan dukungan dari banyak pihak terkait. Bentuk dukungan yang saya harapkan adalah adanya masukan terhadap praktik coaching yang saya lakukan. Selain itu, dukungan berupa komitmen dari rekan sejawat untuk terus terlibat dalam kegiatan coaching. Baik itu sebagai coachee maupun coach. Ini merupakan dukungan utama agar praktik coaching menjadi budaya positif dalam komunitas di sekolah. Dukungan dari pihak sekolah juga sangat dibutuhkan dalam bentuk izin menyelenggarakan coaching maupun penguatan terhadap komunitas yang ada. Selain itu, dukungan dari orang tua berupa peran aktif memberikan laporan terkait permasalahan anaknya selama belajar di rumah.

Rencana selanjutnya adalah melakukan latihan coaching lagi dengan murid sebagai coachee. Hal ini saya lakukan agar setelah selesai mengikuti program ini akan mampu memiliki kompetensi coaching murid yang lebih baik. Sedangkan hal baik yang bisa saya bagi kepada rekan sejawat di sekolah adalah bahwa praktik coaching ini sangat membantu guru dan murid dalam menyelesaikan masalah oleh dirinya sendiri berdasarkan potensi yang dimiliki. Selain itu, dengan adanya jadwal berbagi dalam komunitas praktisi akan membuat praktik coaching ini sebagai budaya positif di sekolah.

 

 

 

Koneksi Antar Materi Modul 3.2.a.9

 "Tugas Modul 3.2.a.9 - Koneksi Antar Materi" Pemimpin Pembelajaran dalam Pengelolaan Sumber Daya Oleh : Kasmir Syamsudin Male, S....