Minggu, 27 Mei 2012

Organik Fisik - 3


KELOMPOK VI
IKA
EKA ANISYAH
NI PUTU SRIYUNDIYATI
PUTU WIRATMI DEWIJAYANTI
RIANA RUSLI
 
BAB V
MEKANISME REAKSI KIMIA ORGANIK

            Beberapa reaksi kimia ditentukan baik oleh kesetimbangan reaksi maupun lajunya. Kesetimbangan menunjukkan jumlah pereaksi dan jumlah produk yang ada segera setelah konsentrasi pereaksi berkurang dan konsentrasi produk bertambah. Jumlah pereaksi dan produk pada kesetimbangan tergantung pada stabilitas relatifnya. Laju reaksi tergantung pada beberapa faktor yang lainnya termasuk mekanisme.
            Suatu mekanisme adalah proses nyata dimana suatu reaksi berlangsung – mana ikatan yang putus, ikatan terbentuk, orde berapa, berapa tahap yang terjadi, berapa laju relatif tiap tahap, dan seterusnya. Suatu mekanisme reaksi yang lengkap harus menjelaskan semua pereaksi yang digunakan, semua produk yang terbentuk, dan jumlah masing – masing. Dengan kata lain, mekanisme adalah menyeluruh, sajian tahap demi tahap secara pasti dimana ikatan yang terputus dan ikatan terbentuk, dan pada orde berapa yang menghasilkan produk teramati. Agar dapat menyatakan suatu mekanisme secara lengkap, harus diketahui posisi semua atom, termasuk dalam molekul – molekul pelarut, dan energi sistem, pada tiap titik dalam proses. Mekanisme yang dianjurkan harus menunjukkan semua fakta yang tersedia.
5.1 Jenis – jenis Mekanisme Reaksi
            Dalam reaksi senyawa – senyawa organic, satu atau lebih ikatan kovalen akan terputus dan ikatan lainnya akan terbentuk. Berdasarkan cara terputusnya ikatan dapat dibedakan menjadi tiga tipe dasar, yaitu :
5.1.1. Mekanisme Heterolitik 
            Pada mekanisme ini ikatan terputus yang secara elektronik tidak simetris, artinya kedua elektron menempati suatu fragmen dan fragmen lainnya berupa orbital kosong. Dalam cara ini elektron – elektron tidak pernah tak berpasangan. Dalam kebanyakan reaksi bahwa bila salah satu pereaksi adalah sebagai penyerang maka yang lainnya sebagai substrat. Pereaksi menyerang umumnya dalam ini membawa sepasang elektron kepada substrat atau mengambil sepasang elektron darinya. Pereaksi yang membawa sepasang elektron disebut nukleofil dan reaksinya adalah nukleofilik. Pereaksi yang mengambil sepasang elektron disebut sebagai elektrofil dan reaksinya adalah elektrofilik.
5.1.2. Mekanisme Homolitik
            Pada mekanisme ikatan terputus yang sevcara elektronis simetris dan tiap – tiap fragmen mendapat satu elektron, sehingga terbentuk radikal bebas. Reaksi semacam ini dikatakan melalui cara mekanisme homolitik atau radikal bebas.
5.1.3. Mekanisme Perisiklik
            Pada mekanisme ini elektron ( biasanya enam ) bergerak dalam sebuah cincin tertutup. Dalam hal ini tidak ada intermediate, ion- ion atau radikal bebas, dan sulit mengatakan elektron – elektronnya berpasangan atau tidak.
5.2 Metode Penentuan Mekanisme Reaksi
            Ada sejumlah metode yang lazim digunakan dalam penentuan mekanisme reaksi. Dalam banyak kasus satu metode belum cukup untuk penentuan mekanisme, sehingga diperlukan beberapa pendekatan. Beberapa pendekatan yang lazim digunakan antara lain :
5.2.1. Identifikasi Produk
            Suatu mekanisme reaksi yang diusulkan harus dapat menjelaskan semua produk yang dihasilkan sesuai proporsinya, termasuk hasil samping reaksinya. Suatu mekanisme reaksi adalah khas dan hanya dapat menjelaskan reaksi yang sudah diketahui produknya. Tanpa mengetahui produk reaksi maka akan sulit menentukan mekanisme reaksi yang terjadi, walaupun reaksinya satu tipe.

Contoh :








            Dalam reaksi diatas, karena perbedaan substituent pada benzena (Cl dan NO3) ternyata dengan reaksi yang sama menghasilkan produk yang berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa mekanisme reaksi yang dilalui juga berbeda.
5.2.2. Pengujian Hasil Antara ( Intermediet )
            Intermediet dalam banyak mekanisme biasanya dipostulatkan. Ada beberapa cara untuk mempelajari ada dan tidaknya suatu intermediet.
a. Isolasi Intermediet
            isolasi suatu intermediet dari campuranreaksi dimungkinkan dengan cara menghentikan reaksinya setelah beberapa waktu atau dengan menggunakan kondisi yang terlalu cepat ( mild condition ). Sebagai contoh pada reaksi :




       diperoleh intermediet yang dapat diisolasi
                        R            CH            C           
                                             N
b.    Deteksi Intermediet
          Dalam banyak kasus suatu intermediet tidak dapat diisolasi tetapi dapat dideteksi dengan spektroskopi infra merah, NMR atau spektoskopi lainnya. Sebagai contoh adalah isomerisasi cis-stilbena menjadi bentuk trans yang melibatkan radikal RS' melalui mekanisme :
Ph                 Ph                            Ph      Ph                  Ph                  H
                             RS'          H    C   C          - RS'               C       C
H                   H                           H        H                    H                  Ph
Karena isomer trans lebih stabil terhadap isomer cis, reaksi tidak melalui cara lain, dan deteksi pada produk isomerisasi menunjukan adanya radikal bebas.
c.    Penjebakan (Trapping) Intermediet
                 Pada beberapa kasus, intermediet yang dicurigai diketahui dengan cara reaksinya terhadap senyawa tertentu. Intermediet tersebut dapat dijebak dengan mereaksikannya dengan senyawa tertentu tersebut. Sebagai contoh adalah reaksi benzin dengan diena dalam reaksi Diels-Alder. Dalam beberapa reaksi adisi suatu diena, dimana benzin sebagai intermediet yang dicurigai, dan deteksi pada produk adisi Diels-Alder menunjukan bahwa benzin memamg merupakan intermedietnya.
c.    Adisi Suatu Intermediet yang Dicurigai
                 Apabila suatu intermediet tertentu yang dicurigai dapat diperoleh dengan cara lainnya, maka bila direaksikan dengan kondisi yang sama akan memberikan produk adisi yang sama pula. Apbila produk yang sesuai tidak diperoleh maka senyawa yang dicurigai tadi bukanlah intermedietnya.
5.2.3.   Kajian Katalis
                        Pengetahuan tentang bahan yang mengkatalisis suatu reaksi atau sebagai inhibitor akan banyak membantu tentang kajian mekanisme reaksi. Sudah barang tentu mekanisme yang sesuai dengan produknya ditunjukan pula dengan adanya katalis. Pada umumnya katalis menunjukkan pengaruhnya dengan cara memberikan jalur reaksi pilihan yang mempunyai harga ΔG* lebih kecil dari pada tanpa katalis. Dalam hal ini katalis tidak merubah ΔG.
5.2.4.   Pelabelan Isotop
            Banyak informasi berharga diperoleh dari penggunaan molekul berisotop dan merunutnya dalam reaksi, sehingga dapat digunakan untuk mempelajari mekanisme reaksinya. Sebagai contohnya adalah konversi garam asam karboksilat menjadi nitril :
                                      250 – 300oC                         
        RCOO-  +   BrCN                              RCN   +   CO2
            Apabila R14COO- digunakan, isotop label muncul pada nitril, R14CN, tidak pada CO2, serta aktivitas optis dari R tetap terpelihara. Asilisosianat, R14CON=C=O, dapat diisolasi dari campuran reaksi tersebut.
5.2.5.   Kajian Secara Stereokimia
            Apabila produk reaksi dapat berwujud lebih dari satu bentuk stereoisomer, maka dapat diperoleh inforamsi tentang mekanismenya dari stereoisomer tadi. Sebagai contoh asam ( + ) –malat, menghasilkan asam ( - ) –klorosuksinat bila direaksikan dengan PCl5 dan enantiomer ( + ) bila direaksikan dengan SOCl2. Hal ini menunjukan bahwa mekanisme reaksinya berbeda. Informasi tentang mekanisme reaksi substitusi nukleofilik, adisi, eliminasi dan penataan ulang banyak diperoleh dari kajian ini. Contoh lain adalah cis-2-butena direaksikan KMnO4 menghasilkan meso-2,3-butanadiol dan bukan campuran rasemat. Berarti bahwa dua gugus –OH menyerang ikatan rangkap dua dari sisi yang sama.
5.2.6.   Kajian Kinetika
            Laju dari reaksi homogeny adalah laju hilangnya pereaksi atau munculnya suatu produk. Laju hamper selalu berubah bersamaan dengan waktu, karena terkait dengan konsentrasi peraksi yang selalu menurun pula bersama berjalannya waktu. Laju tidak selalu berbanding dengan konsentrasi semua pereaksi. Pada beberapa kasu, perubahan pada konsentrasi suatu pereaksi tidak merubah semua laju, sedangkan dalam kasus lain laju dapat secara proporsional terhadap konsentrasi suatu substrat (katalis) yang tidak ada dalam persamaan stoikiometrinya. Kajian mengenai peraksi dalam kaitannya dengan laju reaksi dapat digunakan untuk mengkaji mekanisme reaksinya.
5.2.7.   Pengaruh Isotop
            Pengaruh isotop akan terlihat jika atom-atom dalam molekul yang terlibat reaksi diganti dengan atom isotop lainnya. Misalnya apabila suatu hydrogen dalam molekul pereaksi diganti dengan deuterium, seringkali akan merubah lajunya. Perubahan karena pengaruh isotop deuterium ini dapat dilihat dari perbandingan kH / kD. Energy vibrasi dari suatu ikatan dalam keadaan dasar (titik–nol) tergantung pada masa atomnya dan berharga lebih rendah jika masa tereduksi lebih besar. Oleh karena itu ikatan D-C, D-O, D-N, dan yang lainnya mempunyai energi yang lebih rendah dalam keadaan dasarnya. Daripada ikatan H-C, H-O, H-N dan yang lainnya. Disosiasi penuh suatu ikatan deuterium memerlukan energy lebih besar darpada ikatan hydrogen dalam lingkungan yang sama. Jika suatu ikatan H-C, H-O, atau H-N tidak putus dalam suatu reaksi atau terputus pada tahap penentu laju, substitusi deuterium dengan hidrogen tidak menyebabkan perubahan pada laju, tetapi jika ikatannya putus pada tahap penentuan laju maka laju reaksi menjadi lebih rendah karena substitusi ini. Kinerja ini dapat digunakan sebagai diagnosa untuk penentuan mekanisme reaksi.

5. 3 Jenis-Jenis Reaksi Kimia Organik
            Jenis-jenis reaksi dalam senyawa organik banyak sekali, tetapi secara umum dapat dikelompokkan menjadi enam kategori, yaitu:
5. 3. 1 Reaksi Substitusi
            Jika reaksinya heterolitik, maka dapat dikelompokan sebagai substitusi nukleofilik atau substitusi elektrofilik. Hal ini tergantung pada pereaksi mana yang dinyatakan sebagai substrat elektrofilik. Hal ini tergantung pada pereaksi mana yang dinyatakan sebagai substrat dan mana yang sebagai pereaksi penyerang. Disamping itu juga terdapat substitusi radikal bebas.
a.       Substitusi Nukleofilik

Dimana:  A        X : Substrat
                 Y            : Nukleofil
                 A        Y : Produk Substitusi
                 X            : Gugus Pergi
b.      Substitusi Elektrofilik

Dimana:  A        X : Substrat
                 Y            : Elektrofil
                 A        Y : Produk Substitusi
                 X            : Gugus Pergi
c.       Substitusi Radikal Bebas

A           X + ‘Y               A           Y + ‘X

Dimana: A         X : Substrat
                ‘Y            : Radikal
                A         Y : Produk Substitusi
               ‘X            : Gugus Pergi

            Pembahasan materi reaksi substitusi pada bab ini akan dititikberatkan pada Reaksi Substitusi Nukleofilik Alifatik-Aromatik dan Reaksi Substitusi Elektrofilik Alifatik-Aromatik.

5. 3. 1. 1  Reaksi Substitusi Nukleofilik Alifatik
            Pada substitusi nukleofilik pereaksi penyerang(nukleofil) membawa sepasang elektron pada substrat, menggunakannya untuk membentuk ikatan baru, dan gugus pergi(nukleofuge) lepas dengan sepasang elektron:
R            X + Y                  R          Y + X
Persamaan di atas dapat pula diartikan tidak terlibatnya muatan dalam reaksi. Y dapat bersifat netral atau bermuatan positif, sehingga ada empat tipe reaksi disini:
 Tipe I    :     R    I + OH-              R     OH + I-
Tipe II    :     R    I + NMe3                    R     N’Me3 + I-
Tipe III   :     R    N’Me3 + OH-                   R   -   OH + NMe3
Tipe IV   :     R    N’Me3 + H2S                   R     S+H2 + NMe3
Pada semua tipe di atas Y harus mempunyai pasangan elektron tidak berpasangan, sehingga dapat dikatakan bahwa semua nukleofil adalah basa Lewis. Apabila Y yang terlibat adalah pelarut maka reaksi disebut solvolisis.
Pada substitusi nukleofilik senyawa alifatik terdapat beberapa hal yang membedakannya dalam mekanisme reaksinya, yaitu tergantung pada substrat, nukleofil, gugus pergi, dan kondisi reaksinya. Dalam hal ini pereaksi penyerang selalu membawa sepasang elektron.
            Substitusi Nukleofilik Orde Kedua: Reaksi SN2
            Istilah reaksi SN2 merupakan singkatan yang berarti substitusi nukleofilik bimolekular. Bimolekular berarti bahwa ada dua molekul-nukleofil dab substrat- yang terlibat pada tahap penentu lajunya.
            Suatu reaksi substitusi nukleofilik mempunyai pola umum reaksi:

Nu :- +           C             X                               Nu            C              + X :-

Dimana Nu:- adalah nukleofil dan X:- sebagai ion gugus pergi. Sebagai contoh adalah reaksi metiliodida(CH3I) dengan potassium hidroksida yang menghasilkan metilalkohol. Dalam reaksi ini ion hidroksida sebagai nukleofil dan metiliodida sebagai elektrofil. Hidroksida adalah nukleofil yang baik karena atom oksigen mempunyai pasangan elektron tak berpasangan dan bermuatan negatif. Atom karbon pada metiliodida dikatakan elektrofil karena terikat pada atom iodida yang elektronegatif. Densitas elektronnya akan lebih dekat ke atom halogen daripada atom karbon, sehingga atom karbon bermuatan parsial positif. Muatan negatif dari ion hidroksida akan terikat pada muatan parsial positif ini. Ion hidroksida menyerang pada atom karbon elektrofil dengan cara memberikan sepasang elektronnya untuk membentuk ikatan baru.
-
 
            Gugus yang lepas bersama pasangan elektronnya pada reaksi substitusi nukleofil disebut gugus pergi, dalam contoh reaksi ini adalah ion iodida. Gambaran reaksi berikut menunjukkan serangan nukleofil (hidroksida), keadaan transisi, dan lepasnya gugus pergi (iodida) dalam reaksi metiliodida dengan ion hidroksida.
    Nukleofil     elektrofil                                               keadaan transisi                                      produk              gugus pergi
 
:-
 
:
 
..
 
..
 
:
 
..
 
..
 
:-
 
..
 
..
 

            Reaksi ini berlangsung satu tahap. Struktur keadaan transisi merupakan titik maksimum dari energi dibandingkan dengan intermediet. Pada keadaan transisi ikatan dengan nukleofil secara parsial terbentuk dan ikatan dengan gugus pergi secara parsial pula telah putus. Gambaran energi potensial untuk reaksi ini menunjukkan bahwa ada satu keadaan transisi dan tidak ada intermediet diantara pereaksi dan produk. Mekanisme satu-tahap reaksi ini ditentukan dengan kajian kinetik.
            Konsentrasi kedua pereaksi dapat divariasi dan diamati pengaruhnya terhadap laju. Laju teramati menunjukkan dua kali bila konsentrasi satu pereaksi diduakalikan dan lajunya tetap. Oleh karena itu persamaan lajunya menjadi orde pertama untuk tiap pereaksi, dan total orde kedua.
Laju = k[CH3][OH-]
 
            Mekanisme orde kedua ini mensyaratkan adanya tumbukan antara satu molekul metiliodida dan satu molekul ion hidroksida, dan proporsi frekuensi tumbukan juga tergantung pada konsentrasi keduanya. Harga konstanta laju, k, tergantung beberapa faktor, termasuk temperatur dan energi bebas pada keadaan transisi


 


               E






























Laju = k[CH3][OH-]
 
 



b. Streokimia reaksi SN2
            dalam reaksi SN2 antara ion hidroksida dengan metiliodida, oksigen dari ion hidroksida menyerang bagian belakang atom karbon yang merupakan sisi lawan dari posisi gugus pergi yaitu iodida. Suatu atom karbon hanya dapat memiliki empat buah orbital ikatan yang penuh (oktet), dan tiga untuk ikatan dengan hidrogen dan menyisakan satu orbital untuk ikatan parsial dengan gugus penyerang dan gugus pergi. Gugus penyerang harus mulai membentuk suatu ikatan dengan menggunakan orbital yang sama seperti yang digunakan pada gugus pergi

-
 
:
 
..
 
..
 
:-
 
..
 
..
 

            pada saat ion hidroksida (nukleofil) menyerang dari arah belakang molekul (posisi lawan halogen) ketiga gugus yang terikat pada karbon berubah posisi menjadi rata dalam keadaan transisi, kemudian membalik ke posisi lain, sangat mirip dengan payung yang kelewatan terbukanya. Peristiwa pembalikan ini disebut inversi konfigurasi atau inversi Walden.
            Adanya inversi sebagai bagian dari mekanisme reaksi SN2 dapat diperagakan dengan bagus oleh enantiomer murni alkil sekunder. Misalnya, reaksi SN2 dari (R)-2-bromooktana dengan OH- yang menghasilkan (S)-2-oktanol.

HO-  +
 
c. Substitusi Nukleofil Orde Pertama: Reaksi SN1
            istilah reaksi SN1 merupakan kepanjangan dari substitusi nukleofil unimolekuler. Unimolekuler berarti bahwa hanya ada satu molekul yang terlibat dalam keadaan transisi pada tahap penentu lajunya. Model paling ideal untuk mekanisme reaksi SN1 adalah terdiri dari dua tahap (muatan pada substrat dan nukleofil tidak ditunjukkan).
      cepat
 
lambat
 
Tahap 1: R – X                               R+  + X
Tahap 2: R + Y                               R – Y
            Tahap pertama adalah ionisasi lambat dari substrat membentuk karbokation dan sebagai tahap penentu lajunya. Tahap kedua merupakan reaksi yang cepat antara intermediet karbokation dan nukleofil. Pada tahap ionisasi ini selalu diperlukan media pelarut karena energi yang diperlukan untuk memutuskan ikatan yang besar diperoleh dengan solvasi pada R+ dan pada X. Sebagai contoh adalah ionisasi t-BuCl menjadi t-Bu+ dan Cl- dalam fase gas dan tanpa pelaut memerlukan 150 kcal/mol (630 kJ/mol). Ionisasi ini dalam pelarut air hanya memerlukan 20 kcal/mol (84 kJ/mol). Perbedaan ini adalah karena energy solvasi.
                 Apabila t-BuBr ditempatkan dalam metanol mendidih, maka dari campuran tersebut dapat diisolasi metal-t-butileter. Reaksi ini terjadi karena solvolisis, yaitu pelarut bertindak sebagai nukleofil.
(CH3)3C-Br    +    CH3-OH                                   (CH3)3C-O-CH3   +   HBr
           Reaksi di atas tidak melalui mekanisme SN2 karena reaksi SN2 memerlukan suatu nukleofil yang kuat dan substrat yang tidak terlalu terintangi. Metanol adalah nukleofil lemah, dan t-BuBr adalah halide tersier yang terintangi. Pada reaksi ini laju hanya tergantung pada konsentrasi bahan awal, yaitu t-BuBr.
                                                     Laju k = [(CH3)3C-Br]
                  Persamaan laju ini adalah orde pertama, secara keseluruhan orde pertama untuk konsentrasi substrat dan orde nol untuk konsentrasi nukleofil. Jadi nukleofil tidak berpengaruh pada keadaan transisi pada tahap penentu lajunya. nukleofil akan bereaksi setelah tahap lambat terjadi.
Mekanisme reaksi SN1 untuk t-BuBr dengan methanol digambarkan di bawah ini.
Tahap 1 : Ionisasi (Penentu laju)
(CH3)3C      Br   (CH3)3C+     +    Br-                                   (lambat)

Tahap 2 : Serangan Nukleofil
(CH3)3C+         O   CH3     (CH3)3    O+    CH3                      (cepat)
                        H                                        H

Transfer proton terakhir
(CH3)3C-O-CH3  +  HO          CH3     (CH3)3C-O-CH3  +  CH3-O+    H       (cepat)
               H                                                                                              H
                Gambaran energy potensial reaksi SN1 (Gambar 7) menunjukkan mengapa laju tidak tergantung pada kekuatan atau konsentrasi nukleofil. Proses onisasi adalah tahap endotermis dengan keadaan transisi berenergi tinggi yang menentukan lajunya.
            Tahap serangan nukleofil adalah tahap endotermis dengan keadaan transisi berenergi lebih rendah. Sebagai efeknya, suatu nukleofil dengan karbokation sesegera mungkin. Berdasarkan gambar perbandingan mekanisme SN1 dan SN2 terlihat bahwa reaksi SN1 mempunyai intermediet karbokation. Intermediet muncul sebagai titik relative minimum (rendah) dalam profil energy reaksi


         keadaan transisi                                                        
         penentu laju
                                           intermediet                                                  
                                                                                                          
                              ǂ1                                                                                                          ǂ                                     
                                                    ǂ2                    
                        R+ + X- + Nu-                    
     

   R-X + Nu-                                                                          R-X + Nu
                                                  R-Nu + X-                                                                                             R-Nu + X-
             SN1                                                                                                     SN2       Gambar 7. Perbandingan Profil energy Potensial Reaksi SN1 dan SN2
Mekanisme reaksi SN1 adalah mekanisme dua tahap dengan dua keadaan transisi (ǂ1 dan ǂ2) dan suatu intermediet (karbokation). SN2 hanya satu keadaan transisi dan tidak ada intermediet.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Koneksi Antar Materi Modul 3.2.a.9

 "Tugas Modul 3.2.a.9 - Koneksi Antar Materi" Pemimpin Pembelajaran dalam Pengelolaan Sumber Daya Oleh : Kasmir Syamsudin Male, S....